Manado, VoxSulut.com – Pdt. Merry Maria Paulina Kuron, meluapkan kekesalannya, setelah Pengadilan Negeri (PN) Manado pada Kamis (3/2/2022) menetapkan Merry M.P. Kuron sebagai pihak yang kalah dalam gugatan perkara perdata Nomor: 406/Pdt.G/2021/PN.Mnd.
Perkara ini terkait dengan sengketa tanah dengan luas 7833 M2 di Kelurahan Malalayang Timur kompleks Air Terang, yang notabene tanah tersebut telah bersertifikat milik Pdt. Merry Maria Paulina Kuron atau Keluarga Ratu-Kuron.
Tanah ini digugat oleh pihak Regina Sambuaga pada 6 Juli 2021. Mereka ingin menganulir keabsahan Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah yang dimiliki Keluarga Ratu-Kuron, dengan hanya bermodal Surat Registrasi (Letter C) tahun 1932.
Sedangkan dasar hukum yang dimiliki Keluarga Ratu-Kuron ada pada Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 3205 yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Kantor Pertanahan Manado, pada 26 Februari 2000 silam. SHM ini juga sudah diperbaharui pada 26 April 2021 menjadi Nomor 798, karena sertifikat sebelumnya sempat hilang dalam sebuah insiden di rumah mereka beberapa tahun lalu.
“Tanah ini saya beli tahun 1980 dari Bapak David Kelung. Kemudian dibuat sertifikat yang terbit tahun 2000. Lalu saat rumah kami di Bahu terbakar pada 2007, sertifikatnya ikut terbakar. Tapi saya punya fotocopy-nya,
“Kemudian saya bermohon dibuatkan sertifikat yang baru pada tahun 2019 dengan mengikuti seluruh prosedur dari BPN, pada 26 April 2021 terbit sertifikatnya, karena semua prosedur saya penuhi seperti bayar pajak tanah itu,” ucap Pdt. Merry Kuron pada VoxSulut.com pada Jumat (4/2/2022).
Menurut Pdt. Merry Kuron dirinya mendapatkan surat panggilan dari Pengadilan Negeri (PN) Manado pada bulan Juli 2019.
“Bulan Juli 2019 saya mendapatkan surat daru Pengadilan Negeri (PN) Manado karena sudah ada gugatan dari Regina Sambuaga sebagai penggugat berdasarkan register tahun 1932,” ulas Kuron.
Dalam proses yang berjalan, Pdt. Merry Kuron menyatakan pihak penggugat sempat bermasalah pada sidang lokasi, menurutnya penggugat tidak bisa dapat berikan keterangan yang tepat soal tata letak tanah yang diperkarakan.
“Sidang lokasi, patok-patoknya juga mereka tidak mengetahui persis, karena tanah itu sejak saya miliki dari tahun 1980 tidak pernah ada gugatan,” bukanya.
“Tapi saya heran kenapa setelah itu hakim seolah berpihak kepada mereka. Sehingga register yang mereka miliki bisa mengalahkan sertifikat kami. Sekarang saya mau minta keadilan. Saya merasa tidak mendapat ketidakadilan dari perkara ini,” tandas Ibu Merry.
Sementara itu, Mona Ratu anak dari Pdt. Merry Kuron yang ikut mengurusi perkara tersebut, mengaku kaget dengan hasil yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Manado.
Mona menduga ada mafia tanah yang ikut berperan dalam proses hukum. Menurutnya secara kasat mata, dasar hukum yang dimiliki Keluarga Ratu-Kuron dinilai lebih kuat daripada penggugat.
“Saya jujur kaget saat dapat hasil sidang hari ini. Masa mereka menang hanya dengan register? Sedangkan kami yang pegang sertifikat,” ucap Mona.
“Saya curiga ada mafia tanah yang terlibat dalam perkara ini, yang biasa menang hanya menggunakan register. Bukan dengan sertifikat,” tambah Mona Ratu.
Dirinya pun bersama Keluarga akan terus mencari keadilan dalam perkara tersebut. Salah satunya lewat upaya banding bersama kuasa hukum mereka, Novembriati Olivia Tubagus, S.H.
Dengan adanya dugaan keterlibatan mafia tanah, sebut Mona, ia berharap Pemerintah mau memperhatikan persoalan ini.
“Karena bagaimanapun, pemerintah sendiri telah menyatakan komitmennya kepada masyarakat untuk memberantas mafia tanah yang masih berkeliaran di Sulawesi Utara,” katanya
“Kami tidak minta yang muluk-muluk, kami hanya minta keadilan bisa ditegakkan disini,” tutup Mona. (andre)